Makna Ukhuwah Fillah
(Persaudaraan Karena Allah)
Ukhuwah fillah merupaka ikatan iman yang ditegakan atas
dasar manhaj Allah, yang memancar (berhulu) dari rasa ketaqwaan dan bermuara
kepada pengendalian yang kokoh dengan tali-Nya. (i’tisaham bi hablillah)
Ukhuwah Islamiyah merupakan tujuan suci, cahaya Rabbaniyah,
sekaligus merupaka nikmat Illahiyyah. Allah Azza Wajalla menuangkan cahaya dan
nikmat-Nya pada hati dari setiap hamba-hamba-Nya yang mukhlish (ikhlas),
mensucikan (memurnikan) mereka dari kepemimpinan-Nya dan melindungi mereka dari
akhlak-akhlak-Nya. Dialah yang mengajar mereka kejujuran, keimanan, dan
kedalaman keikhlasan. Dan sesungguhnya itulah yang dinamakan kekuatan iman
seseorang yang membekas pada hatinya secara mendalam dengan dipenuhi rasa cinta
(mahabbah), rasa kasih sayang, dan rasa saling menghormati. Sekaligus sebagai ikatan timbale balik
diantara sesame mereka yang telah mengikatkan dirinya dengan dasar akidah Islam
dan untaian keimanan dan taqwa.
Maka tidak ada persaudaraan (sejati) tanpa adanya iman dan
tidak adanya iman tanpa adanya persaudaraan.
Allah Shubhana Wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu
mendapat rahmat” (QS. Al-Hujuraat:10)
Sebagaimana juga bahwa tidak ada ukhuwwah tanpa adanya taqwa
dan taqwa tanpa adanya ukhuwwah…seperti yang difirmankan Allah Shubhana Wata’ala
:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa” (QS Az-Zukhruf:67)
Jika anda mendapati suatu persaudaraan yang dibelakangnya
tidak didukung oleh keimanan maka akan anda dapati bahwa persaudaraan semacam
itu tidak akan membawa kemaslahatan dan manfaat yang saling timbal balik.
Begitu juga jika anda dapati keimanan (iman) yang tidak didukung oleh
persaudaraan maka bisa anda simpulkan bahwa betapa rendah kadar keimanan itu
yang bahkan justru mengarahkan kepada keterjerumusan.
Jiwa seseorang yang terpateri oleh iman dan jiwa yang
terjalin dengan taqwa akan menimbukan ketegaran untuk mempertemukannya dengan sesama
(orang-orang mukmin) berdasarkan iman dan taqwa sehingga belas kasih yang
sesungguhknya dapat dirasakan pada waktu pertama sekali berjumpa walau
perjumpaan itu sangat singkat dan kasih sayangnya dapat dirasakan pada awal
sekali perkenalan walau hal itu berlangsung dengan cepat. Bahkan di antara
mereka berdua terjalin hubungan sebagai saudara seolah-olah mereka merupakan
satu jiwa (jiwa yang satu), dan hati mereka berdua akan saling menarik bagaikan
hati yang satu hingga jika mahabban itu berdenyut pada urat nadi mereka berdua
dan ukhuwwah mengalir melalui darah mereka berdua dan mawaddah (rasa saling
memiliki) telah memancar dari wajah mereka berdua maka saudara yang satu akan
menggenggam erat tangan saudara yang lainnya sebagaimana layaknya teman akrab
yang saling merindukan, saling mengasihi, berjalan senasib sepenanggungan penuh
kemurnian. Mereka melangkah tanpa ragu karena mereka telah menjalin kesetiaan
dan senantiasa menaungi titian-titian perjalanannya dengan naungan mahabbah
(cinta kasih) dalam pengertian yang luas.
Keindahan konsep seperti ini di perkuat oleh Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam sebagaimana yang diriwayatkan Asy-Syaikhani sbb:
“Manusia itu ibarat barang tambang seperti logam emas dan
perak, terpandangnya mereka ketika masa
jahiliyah akan terpandang juga ketika masa Islaminya jika mereka telah faqih
(memahami), adapun ruh-ruh mereka itu ibarat lasykar tentara yang berkumpul,
maka yang saling mengenal akan intim sedangkan bagi mereka yang tidak saling
mengenal akan berceceran” (HR. Bukhari)
Sesungguhnya yang dimaksud ukhuwwah Islamiyah di sini adalah
bahwa setiap individu mampu memelihara saudaranya dengan rasa saling cinta dan
kasih sayang, dan ia mampu melaksanakan
hak-hak saudaranya (dengan baik) meskipun tidak mendapat imbalan materi dengan
tindakannya itu. Hal ini terjadi karena ia bekerja karena Allah Shubhana wata’ala
dn mengembalikan semua kepada keimanannya dengan mengharap pahala dan balan
dari-Nya.
Allah Shubhana Wata’ala berfirman:
“Yang menfkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkannya. Padahal tidak ada seorangpun member nikmat kepadanya yang
harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari
keridhoan Rabb-nya Yang Maha Tinggi” (QS. Al-Lail:18-20)
Dengan demikian maka kedudukan ukhuwwah Islamiyah itu lebih
tinggi dari hanya sekedar maslahat dan dari hanya sekedar batas-batasan
keunggulan materi.
Dr. Yusuf Qardhawie dalam bukunya Al-Mujtama’Al-Islamie
mengatakan bahwa ukhuwwah Islamiyah yang bercita-cita luhur itu mempu
melahirkan Al-ikhaa’ul islamie. Dan tujuan terpenting daripadanya adalah persamaan hak (al-musaawah), saling membantu
(at-Ta’aawun), dan cinta kasih karena Allah (al-hubbfillah).
Persamaan Hak
Persamaan hak dalam arti bahwa untuk keleluasaan
persaudaraan (kawan akrab) masing-masing pribadi harus menanggalkan rasa
fanatisme jahiliyah, dan meleburkan kepentingan-kepentingan pribadi yang dapat
memisahkan kebangsawanan, keturunan, kekayaan dan kehormatan sehingga mereka
berpecah-pecah berdasarkan jenis dan warna kulit, yang mana semua itu merupakan
perpecahan yang dapat membentuk manusia saling bertentangan, berada dalam
kegelapan dan kedzaliman ummat manusia serta didominasi oleh hawa nafsu.
Allah Shubhana Wata’ala berfirman :
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulias di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujuraat
:13)
Rasulullah bersabda :
“Hai umat manusia! Sesungguhnya rabb kalian itu esa adanya,
dan nenek moyang kalian itu satu adanya, tidak ada keutamaan bagi bangsa Arab
terhadap yang bukan Arab, tidak pula bagi kulit putih terhadap kulit berwarna
kecuali atas dasar taqwa. Kalian semua dari Adam, dan Adam diciptakan dari
tanah, sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa di
antara kalian”
Islam memperkokoh prinsip kebersamaan diantara kaum
muslimin, mereka semua dinilai dari satu sudut padang, sehingga mereka itu
dipandang sama menurut syariat, yakni dalam hal tanggung jawab dan
kemampuan-kemampuanya dalan memikul kewajiban syar’i serta dalam masalah
balasan terhadap apa yang telah dia kerjakan. Islam tidak membeda-bedakan di
antara mereka, misalnya sana dalam masalah kewajiban menunaikan shalat dan haji
maka Islam tidak memisahkannya antara si kaya dan si miskin, antara kewajiban
hakim dan mahkum (pemerintah dan rakyat), dan tidak pula antara kewajiban si
kulit putih dan si kulit hitam (berwarna), baik hal ini menyangkut masalah
tanggung jawab maupun sanksi hukumnya.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda :
“ Demi Allah. Andaikan Fatimah puteri Muhammad Shalallahu
Alaihi Wasallam mencuri pasti akan kupotong tangannya”
Merupakan contoh nyata dalam perbuatan yang menyangkut
persamaan hak dalam sejarah Islam adalah kasus yang terjadi antara Abu Dzar dan
Bilal yang sedang memperdebatkan suatu permasalahan di hadapan Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam, karena marahnya sampai-sampai Abu Dzar berkata:”
Hai anak (si kulit) hitam!” “Seketika itu juga Nabi SAW menegurnya:” Hentikan
segera, hentikan segera…! Sekali-kali tidak ada kelebihannya satu dengan yang
lainnya bagi si kulit kecuali dengan amal shaleh”
Abu Dzar baru sadar setelah kemarahan Nabi SAW. Ia menyesali
perbuatannya, dan meletakan pipinya di atas tanah seraya berkata kepada Bilal:”
bangunlah….,maka tempelenglah pipiku”
Suatu ketika Suhail bin Amru, Harits bin Hisyam, Abu Shafyan
bin Harb, dan pembesar-pembesar Quraisy telah berdiri di depan pintu Umar bin
Khattab, akan tetapi ternyata Umar lebih suka mempersilahkan tamu lainnya yaitu
Syuhaib bin Ar-Rumi dan Bilal Al-Habsyi yang keduanya adalah tergolong fakir
miskin untuk terlebih dahulu diizinkan masu kedalam rumahnya.
At-Ta’aawun
Bantu membantu merupakan salah satu sikap mulia yang Nampak diantara
sikap-sikap baik lainya memancar dari “persaudaraan Islam”. Allah Shubhana Wata’ala
memerintahkan orang-orang untuk saling tolong menolong sebagaimana yang
disebutkan dalam firman-Nya :
“Dan tolong menolonglah kamu (mengerjakan) kebajikan dan
taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS,
Al-Maidah :2)
Rasulullah juga telah menggambarkan bagaimana seharusnya
ummat Islam itu terpadu, maka beliau menyebutkan bagaikan suatu bangunan.
“Setiap mukmin yang satu bagi mukmin lainya bagaikan suatu bangunan, satu di antara lainnya saling
memperkokoh”
Dalam sejarah hidup manusia belum oernah ada suatu
masyarakat yang ditegakan atas dasar ta’aawun, sebagaimana yang telah terjadi
antara kaum Anshar dan Muhajirin yaitu prinsip ta’aawun yang berdasarkan cinta
kasih penuh kemuliaan. Karena kecintaan terhadap saudaranya yang berdasar pada
iman dan taqwa maka kaum Ashar rela sepenuh hati membantu segala keperluan kaum
Muhajirin, sehingga akhirnya mereka bersatu dalam bangunan”Masyarakat Islam”
pertama di Madinah.
Sebuah hadits diriwayatkan Bukhari, Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wasallam bersabda:
“Setibanya kaum Muhajirin di Madinah, maka Rasulullah segera
mempersaudarakan Abdurahman bin Auf dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’. Ketika itu kepada
Abdurahman, Sa’ad berkata:”Aku termasuk orang Anshar yang banyak kekayaan, dan
kekayaanku akan ku bagi dua, setengahnya untuk Anda dan setengahnya untukku.
Aku juga mempunyai dua orang istri, lihatlah mana yang Anda sukai, sebutkan
namanya, maka ia akan segera aku ceraikan dan setelah usai masa iddahnya Anda
kupersilahkan nikah dengannya” Abdurahman menjawab:”Semoga Allah memberkahi
keluarga dan kekayaan Anda. Tunjukkan saja kepadaku letak pasar di kota Anda?”
Kemudian kepada Abdurrahman bin Auf ditunjukkan pasar Bani
Qainuqa. Dan ketika ia pulang ternyata dia sudah membawa gandum dan samin. Dan untuk
seterusnya ia berdagang di pasar tersebut.
Dan yang merupakan kesempurnaan ta’aawun di antara ikhwan
adalah ikhlas terhadap saudaranya dalam hal menasehati, berbuat jujur
kepadanya, tidak menipunya dan menemaninya dengan akrab tanpa mempermasalahkan
cacatnya (cacat fisik).
Aktivitas lain dari ta’aawun adalah berupa mencegah gangguan
yang menimpa saudaranya selama dimungkinkan selalu memberikan pertolongan
kepada saudaranya terhadap apa yang diperlukan. Sesungguhnya Allah Shubhana
Wata’ala itu penolong hamna-Nya, dan hamba sendiri dalam hal pertolongan
saudaranya atau sebaliknya (saling tolong menolong).
Termasuk Ta’aawun menolong saudaranya dalam hal mencegah
terhadap perbuatan dzalim.
Rasa Cinta karena
Allah
Cinta karena Allah itu mempunyai beberapa tingkatan. Tingkatan
yang paling rendah adalah berlapang dada dan saling menghormati sesame ikhwan. Tidak
patut seorang mukmin untuk memendam rasa saling iri terhadap yang lainnya yang
bukan pada tempatnya, atau karena saling mendengki karena kesuksesan orang lain. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
"Hindarilah kamu daripada (sifat) dengki, karena dengki itu akan memusnahkan segala amalam baikmu bagai api yang menghanguskan kayu" (HR Abu Daud)
Akan tetapi rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam memperbolehkan dengki akan dua hal, yaitu sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan Bukhari :
"Tidak boleh dengki kecuali dua hal, (yaitu) seorang yang diberi Allah Shubhana Wata'ala kekayaan dan dipergunakannya kekayaan itu untuk mempertahankan yang hak, dan kepada seorang yang di beri Allah ilmu yang dengan ilmu itu diajarkan dan diamalkannya"
Tingkatan lain yang menunjukan "rasa persaudaraan" adalah seseorang mengharap kebaikan saudaranya terhadap dirinya, dan berusaha melakukan kebaik-kebaikan kepada saudaranya tersebut seperti yang diharapkan untuk dirinya itu.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
"Tidaklah (sempurna) iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya itu seperti ia mencintai dirinya sendiri" (HR Bukhari Muslim)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah menceritakan perihal orang-orang yang mengadakan persaudaraan karena Allah dengan kasih sayang dan kebaikan. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:
"Sekuat-kuat ikatan iman adalah persaudaraan karena Allah, cinta karena Allah dan membenci karena Allah"
(HR Thabrani dari Ibnu Abbas)
Dalam hadits yang panjang perihal 7 golongan yang akan mendapat naungan (lindungan) Allah, antara lain adalah :
"Dua orang yang saling mencintai karena Allah, dimana keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula" (HR Bukhari Muslim)
Dalam hal kasih sayang, dapatlah diambil contoh bagaimana para sahabat rasulullah saling menaruh rasa kasih dan sayang di antara mereka sekalipun mereka dalam keadaan yang sangat mengancam keselamatan dirinya. Kisah ini terjadi ketika perang yarmuk, yaitu antara Ikrimah, Suhail bin Amru dan Harits bin Hisyam. Di waktu mereka dalam keadaan kritis (karena terluka dalam peperangan) kepada mereka disampaikan minum akan tetapi mereka semua menolak karena saling ingin mendahulukan saudaranya sehingga akhirnya mereka semua syahid karenanya. Ketika minum itu ditawarkan kepada salah seorang di antara mereka, ia berkata:"Berikan saja minum itu kepada si fulan"...sampai akhirnya mereka gugur semua sedang mereka belum sempat meminumnya. Ketika Ikrimah menerima air tersebut, ia sempat melihat Suhail, kemudian ia berkata:"Berikan saja kepada Suhail dulu." Ketika Suhail, hendak minum, ia sempat melihat Harits memperhatikannya, kemudian ia berkata:"Berikan saja pada Harits dulu." Namun belum pun sampai air itu kepada Harits, iapun keburu gugur.