Kamis, 03 Oktober 2013
Bila Selalu Mengingat Mati
Bila Selalu Mengingat Mati
K.H. Abdullah Gymnastiar
"Demi Tuhan yang diriku berada dalam genggaman-Nya,
sesungguhnya seseorang telah datang pada hari kiamat dengan amal-amal saleh
yang bila diletakkan di atas gunung maka ia akan memberatinya. Lalu bangkitlah
salah satu nikmat dari nikmat-nikmat Allah, maka nikmat itu hampir saja
menghabiskan semua amal saleh orang tadi, kalau saja Allah tidak mengaruniakan
kepadanya rahmat-Nya."(HR. al-Mundziry)
Sehalus-halus kehinaan di sisi ALLOH adalah tercerabutnya
kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah
yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus
ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat membuatnya takut kepada ALLOH,
bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, dan anehnya yang bersangkutan
tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat berdekatan
bersama ALLOH Azza wa Jalla.
Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar,
"Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi
sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tandas tidak tersisa".
Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di
dalam kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.
Ada sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di
forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kisahnya dari seorang teman yang waktu
itu nampak begitu rajin beribadah, saat shalat tak lepas dari linang air mata,
shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya diajak pula untuk
berjamaah ke mesjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang
menanggung utang. Karenanya diantara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa
agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat
yang Mahakaya dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi
utang rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang
pula motivasinya untuk beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis
tersedu-sedu, "Mengapa Engkau tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!",
ujarnya seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru
menjadi senang karena jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya
sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan.
Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok
harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun
memutuskan untuk shalat di rumah saja.
Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk mesjid
shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi
shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah pura-pura
berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasanya
memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari
berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di
dekat pintu, dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. "Kalau datang
terlambat, maka ketika pulang aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus
duluan!" Pikirnya.
Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya dengan
alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun tidak
dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan banyak
ibadah yang ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta'lim yang biasanya rutin dilakukan,
majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini kebiasaan itu malah
hilang.
Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru
antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak gayung
tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah keliling dunia, masyaallah.
Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan untuk tidak
melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi memancarkan
keuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras.
Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu,
maka inilah tanda-tanda sudah tercerabutnya taupiq dari-Nya. Akibat selanjutnya
pun mudah ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi
kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara. Apalagi
ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar
mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain
nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang
keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir),
naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini.
Ada lagi sebuah kisah pilu ketika suatu waktu bersilaturahmi
ke Batam. Kisahnya ada seorang wanita muda yang tidak bisa menjaga diri dalam
pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga dia hamil, sedangkan laki-lakinya
tidak tahu entah kemana (tidak bertanggung jawab). Hampir putus asa ketika si
wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid. Ditolonglah ia untuk bisa
melakukan persalinan di suatu klinik bersalin, hingga ia bisa melahirkan dengan
lancar. Walau tidak jelas siapa ayahnya, akhirnya si wanita ini pun menjadi ibu
dari seorang bayi mungil. Sayangnya, sesudah beberapa lama ditolong,
sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin karena iman dan ilmunya masih
kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi hingga akhirnya dia
terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar
nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab. Lalu ditolonglah ia oleh
seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan membantu pun
menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si
wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya "Toh hanya untuk persalinan saja,
setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi". Tapi ternyata ALLOH
menentukan lain, saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput,
meninggalah si wanita dalam keadaan murtad, naudzhubillah.
Cerita ini nampaknya bersesuaian pula dengan sebuah kisah
klasik dari Imam Al Ghazali. Suatu ketika ada seseorang yang sudah
bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid.
Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh
keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan
berparas cantik yang sedang berangkat ramaja. Tiap naik menara untuk azan,
secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak
gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan
"dari mata rurun ke hati", begitulah saking seringnya memandang, hati
sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat
azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu
memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun
nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya.
Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi
jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang
muazin yang beragama Islam itu. "Selama engkau masih memeluk Islam sebagai
agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu" ujar si
Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama
keluarganya terlebih dulu. Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang,
saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi
berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, "Ya
ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak
manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula
memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa
saat saja ya ALLOH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis
ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam". Baru saja
dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga
menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam
keadaan murtad dan suul khatimah.
Kalau kita simak dengan seksama uraian-uraian kisah di atas,
nampaklah bahwa salah satu hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau
kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik
mengeremnya adalah dengan 'mengingat mati'. Bagaimana kalau kita tiba-tiba
meninggal, padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak
takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian
yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di
relung kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah,
maka selalulah ingat mati. Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para
sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari
Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum
yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah
kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu
mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak
menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan
punya rem yang kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan
kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya
yang bermanfaat. Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun
nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti
nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada
ALLOH Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat
itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul
khatimah. Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat
kematian, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih
tidak pernah melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah
r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam
keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya
ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit
lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada
kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia
khusnul khatimah. Amin! ***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ayat-Ayat Suci Al-Qur'an
Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).
(QS. AL ISRA:40)
widget lain
(QS. AL ISRA:40)
widget lain
0 komentar:
Posting Komentar